Sabtu, 28 November 2009

Anda bisa menjadi seorang MUJTAHID, asal.....

Syarat-syarat menjadi Imam Mujtahid diantaranya sbb:
a. Mengetahui bahasa Arab sedalam-dalamnya. Karena yang digali adalah Al Qur'an dan Hadits, keduanya diturunkan Allah dalam bahasa Arab yang fashih, mempunyai mutu amat tinggi serta mengandung pengertian yang luas dan dalam.
Sebagaimana firman-NYA. "Begitulah Kami turunkan Al Qur'an, berisi hukum-hukum peraturan dalam bahasa Arab." (Arra'd ayat 37).

b. Harus mahir dalam ilmu-ilmu yang bersangkutan dalam bahasa Arab, umpamanya : Nahwu, Sharaf, Bayan, Badi', Balaghah, 'Arudh dan Qawafi.

c. Harus mengerti akan isi dan maksud Al Qur'an keseluruhannya (30 juz). Pada saat ia berijtihad dalam sesuatu masalah, isi dari Al Qur'an harus terbayang di kepalanya. Sehingga dalam pemutusan hukum tidak bertentangan dengan ayat-ayat lain.
Imam Syafi'i mulai umur 9 tahun, sudah hafal Al Qur'an diluar kepala. Demikian juga Imam Hanafi, beliau mulai di masa kecilnya sudah hafal Al Qur'an keseluruhannya.

d. Seperti kita maklumi bahwa Al Qur'an di turunkan tidak sekalius, tetapi berangsur-angsur selama 23 tahun.
Setiap ayat yang diturunkan karena ada perlunya. Umpamanya untuk menjawab pertanyaan, untuk mengalahkan sesuatu Hujjah musuh dll.
Oleh sebab itu Imam Mujtahid harus mengetahui "Asbaabun Nuzuul (sebab-seba turun).

e. Harus mengetahui/hafal Hadits-hadits Nabi SAW.

f. Harus sanggup menyisihkan mana Hadits yang Shahih, dan mana yang Maudhu' (yang dibuat oleg musuh Islam), mana yang kuat dan mana yang lemah. Dan hasur mengetahui isi Rawi (keadaan orang yang memberitahukan/meriwayatkan Hadits).

g. Harus mengerti/memahami fatwa-fatwa Imam Mujtahid yang terdahulu.
Hal ini penting, agar setiap memutuskan sesutau/mengeluarkan hukum tidak melawan IJMA, yaitu kesepakatan Imam-Imam Mujtahid dalam suatu zaman.

h. Harus memiliki sifat Taqwa dan Muru'ah (harga diri) berakhlak tidak takabur serta menjauhi segala larangan Allah swt.

Demikian diantara syarat-syarat yuridis bagi seorang Imam Mutjahid.
(berbagai sumber)

Apakah yang dimaksud dengan istilah Madzhab itu?

Yang dimaksud dengan istilah Madzhab ialah pendapat seseorang Mujtahid tentang hukum sesuatu, yaitu pendapat yang digali dari Al-Qur'an dan Al-Hadits dengan kekuatan ilmunya.

Seseorang boleh menjadi Mujtahid/melakukan ijtihad, apabila memiliki persyaratan yang cukup. Sedang orang yang tidak mampu berijtihad, karena tidak memiliki persyaratannya, ia harus bertaqlid. Ketentuan ini diadakan agar dalam Islam tidak terjadi anarki hukum/pengawuran hukum. (Kamaa Qoola Syekh M. Bashori Alwi-Singosari).

Kamis, 26 November 2009

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH 'IEDUL ADHA 1430 H

Kepada sahabat blogger semua, Santri Garut dot Com mengucapkan "SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH 'IEDUL ADHA 1430 H"
Mohon maaf bila selama ini administator Santri Garut dot com melakukan kekhilafan yang tak bisa dirasakan oleh sesiapapun.

Mari kita kumandangkan gema TAKBIR

"ALLAHU AKBAR...ALLAHU AKBAR...ALLAHU AKBAR...
LAA ILAA HA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR...
ALLAHU AKBAR WA LILLAHILHAM..."

Selasa, 24 November 2009

Santri Jadi Operator Warnet

Alhamdulillah, setelah beberapa hari ga posting. Akhirnya aku bisa posting ke sekian kalinya meskipun ala kadarnya.

Memang akhir-akhir ini aku bolak-balik untuk mempersiapkan segala sesuatunya "MENIKAH".
Ternyata mengubah dari yang haram menjadi halal butuh pengorbanan yang memakan waktu, tenaga dan pikiran.

Oh iya, aku butuh saran dari temen-temen blogger. Kira-kira pantas ngga seorang santri jadi OP (operator) warnet?
Soalnya, aku ditawarin ma temen disuruh jadi Ope. Gimana donk?

Nasihat Para Sufi untuk Jemaah Haji

Ada beberapa nasihat penting dari para jemaah haji. Para sufi itu antara lain Junaid Al-Baghdadi, Syekh Abdul Qadir Jailani, Al-Hujwiri, Al-Ghazali, hingga Al-Habib Abdullah bin Alawi Alhadad.
Berikut nasihat Imam Ghazali dan Habib Muhammad Alawi Alhadad. Menurut Imam Ghazali dalam kitab Asrar al-Hajj, ibadai haji adalah rukun Islam yang sangat penting, karena merupakan ibadah yang cukup dilaksanakan satu kali sepanjang hidup, dan sebagai penutup segala urusan, serta penyempurna keislaman seseorang.

Dalam bab terakhir kitabnya yang menguraikan hikmah haji, Ghazali menekankan tiga hal yang harus diperhatikan para jemaah haji.
Pertama, berbagai aktivitas batiniah dan ketulusan haji;
Kedua, cara mengambil hikmah dari berbagai peninggalan mulia di Tanah Suci;
dan Ketiga, mengenang serta merenungkan makna dan rahasia perjalanan haji.

Menurut Imam Ghazali, ibadah haji tidak hanya menekankan ibadah lahiriah, tapi juga bisa dimaknai sebagai perjalanan batin yang luar biasa. Ghazali menulis, "Pertama-tama yang harus dilakukan dalam berhaji ialah pemahaman, yakni berusaha memahami benar-benar posisi ibadah haji dalam agama. Kemudian, secara berurutan: merindukannya, bertekad mengerjakannya, dan memutuskan segala penghalang.
Setelah itu membeli pakaian untuk ihram, menyiapkan bekal makanan (dan keperluan lainnya) dan menyewa kendaraan. Pada hakikatnya setiap amalan dalam semua tahapan haji mengandung peringatan dan pelajaran bagi mereka yang benar-benar ikhlas menuju kepada kebenaran, serta pengenalan dan isyarat bagi mereka yang tanggap dan cerdas."

Salah satu hikmah yang diungkapkan oleh Ghazali ialah, haji merupakan ibadah yang paling efektif sebagai upaya untuk menyucikan diri (tadzkiyah al-nafs). Selain itu juga harus mengalihkan perhatian dari apa yang disukai (sebagai tabiat atau kebiasaan kepada apa yang dituntut oleh penghambaan diri sepenuhnya kepada Allah SWT).

Bagi Imam Ghazali, mengunjungi Baitullah dimisalkan sebagai menghadiri sebuah dewan majelis di sebuah istana. Siapa yang mengunjungi Baitullah, ia menuju kepada Allah SWT dan menjadi tamu-Nya. Dengan mengunjungi Baitullah dan memandang kepada-Nya, mata manusia akan mampu mencapai kelayakan untuk kelak 'berjumpa' dengan Allah SWT. Hal ini akan berdampak pada rasa rindu kepada sarana-sarana yang dapat mengantarkannya kepada Allah SWT.

Imam Ghazali juga menegaskan, niat berhaji bisa dimaknai sebagai "hijrah" meninggalkan segala syahwat hawa nafsu dan kenikmatan duniawi untuk berangkat mengunjungi Baitullah. Maka hendaklah jemaah haji merasakan dalam hati keagungan Baitullah, terlebih-lebih keagungan Sang Pemilik Baitullah.

Selasa, 10 November 2009

Santri Ikut Thariqah

Untuk postingan di halaman SPIRITUAL, saya banyak menyadur dari Habib Luthfi bin Yahya, di konsultasi spiritual majalah al kisah.
Kali ini ada pertanyaan dari seorang santri di sebuah pesantren yang tengah belajar ilmu syariat dan ilmu umum. Sang santri bertanya kepada Habib Lutfi, apakah boleh mengikuti bai'at thariqah, padahal masih belajar ilmu syariat.

Berikut jawaban dari Habib Lutfi bin Yahya :

Setiap muslim tentu boleh bahkan harus berusaha menjaga serta meningkatkan kualitas iman dan Islam di hatinya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal yang sangat mudah. Karena, sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu mengetahui ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat sulit, seperti harus menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni.

Yang diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya pengetahuan tentang hal-hal yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam aqidah, misalnya, ia harus sudah mengenal sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah. Dalam fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap dengan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang dihalalkan atau di haramkan oleh agama.

Jika dasar-dasar ilmu syariat sudah dimiliki, ia sudah boleh berthariqah. Tentu saja ia tetap mempunyai kewajiban melengkapi pengetahuan ilmu syariatnya yang bisa dikaji sambil jalan. Syariat lainnya adalah umur yang cukup (min. 8 th), dan khusus bagi wanita yang berumah tangga harus mendapat izin dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi, saya (Habib Lutfi) mengimbau, segeralah ikut thariqah.

Semua thariqah, asalkan mu'tabarah, ajarannya murni dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah SAW, sama baiknya. Karena semua mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar, dan sholawat.

Yang terpenting, masuklah thariqah dengan niat agar kita bisa menjalankan ihsan. Jangan masuk thariqah karena khasiatnya atau karena cerita kehebatan guru-guru mursyidnya. Pengertian ihsan yang dimaksud adalah seperti yang tersebut dalam atas Nabi Muhammad SAW, "An ta'budallaha ka annaka tarahu, wa in lam yarah fa innahu yaraka". Engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, atau jika engkau ti
dak merasa melihat-Nya, Sesungguhnya Dia melitamu

Minggu, 01 November 2009

Jadi Santri atau Santri Jadi-kah Kita?

Merujuk pada kitab Bidayatul Hidayah Imam Ghozali.

Jika engkau seorang santri/murid, maka beradablah kepada gurumu dengan adab yang mulia. Adab-adab tersebut adalah;

  • Mendahului salam dan penghormatan kepadanya.
  • Tidak banyak berbicara di hadapannya.
  • Tidak berbicara sebelum guru bertanya dan tidak bertanya sebelum mohon izin darinya.
  • Tidak menyampaikan sesuatu yang menentang pendapatnya atau menukil pendapat ulama lain yang berbeda dengannya.
  • Tidak mengisyaratkan sesuatu yang berbeda dengan pendapatnya sehingga engkau merasa lebih benar darinya.
  • Tidak bermusyawarah dengan seseorang di hadapannya dan tidak banyak menoleh ke berbagai arah, tetapi sebaiknya engkau duduk di hadapannya dengan menundukkan kepala, tenang, penuh adab seperti saat engkau melakukan shalat.
  • Tidak banyak bertanya kepadanya saat dia lelah atau sedang susah.
  • Ikut berdiri ketika dia bangun dari duduk.
  • Tidak bertanya ketika ia di jalan sebelum sampai di rumah.
  • Tidak berburuk sangka kepada guru dalam tindakannya yang engkau anggap munkar secara lahir, karena pasti dia lebih memahami rahasia-rahasia dirinya sendiri.

Hendaknya engkau mengingat kisah Nabi Musa AS saat berguru kepada Nabi Khidir AS dan saat Musa melakukan kesalahan dengan ingkar kepadanya hanya karena berdasar kepada huku zhahir.
Allah menukil ucapan Nabi Musa kepada Nabi Khidir tersebu dalam firman-Nya Q.S Al-Kahfi ayat 17 :"Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan".
(Nabi Musa AS telah dianggap salah dalam ingkarnya karena berpegang pada hukum yang zhahir).

Wallahu 'alam.


Semoga kita bisa mengamalkannya. Amiin.

Blog SANTRI GARUT dot Com ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO